motivasi

orang yang memiliki integritas tinggi,,,
tidak pernah putus asa dalam meraih cita,,,cita-cita,,,dan cinta,,,

Kamis, 30 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terminal


Pendahuluan

Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Sebagin besar kematian di rumah sakit adalah kematian akibat penyakit kronis dan terjadi perlahan-lahan. Pada umumnya, dokter dan perawat lebih mudah menghadapi kematian yang muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak dipersiapkan dengan baik untuk berhadapan dengan ancaman kematian. Ditengah keputusasaan, sering kali terdengar ”Kami sudah melakukan segalanya yang bisa dilakukan........”
Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal pun profesi medis masih dapat melakukan banyak hal. Jika upaya kuratif tidak dimunginkan lagi, masih luas kesempatan untuk upaya paliatif. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care. Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk membantu pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin.

Konsep Kehilangan dan berduka
(sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya: Asuhan Keperawatan pada pasien kehilangan dan berduka)


Arti Kematian
Kematian terjadi bila:
- Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah terhenti secara pasti
- Penghentian ireversibel setiap fungsi otak telah terbukti
Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan denyut jantung terhenti.jantung seseorang telah terhenti.

Tanda-tanda Kematian
1. Dini:
• Pernafasan terhenti , penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi auskultasi)
• Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak teraba
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi
• Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian
• Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit (hilang dengan penyiraman air)
2. Lanjut (Tanda pasti kematian)
• Lebam mayat (livor mortis)
• Kaku mayat (rigor mortis)
• Penuruna suhu tubuh (algor mortis)
• Pembusukan (dekomposisi)
• Adiposera (lilin mayat)
• Mumifikasi

Perawatan Setelah Kematian
• Menangani tubuh klien secepat mungkin untuk mencegah kerusakan jaringan atau perubahan bentuk tubuh (setelah kematian tubuh akan mengalami perubahan fisik)
• Beri kesempatan keluarga untuk melihat tubuh klien
• Luangkan waktu bersama keluarga untuk membantu mereka dala melewati masa berduka
• Siapkan kondisi ruangan sebelum keluarga melihat mayat klien
• Perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan senyaman mungkin


Dampak sakit Terminal
• Gangguan psikologis
• Gangguan somatis
• Gangguan seksual
• Gangguan sosial
• Gangguan dalam bidang pekerjaan

GEJALA DAN MASALAH YANG SERING DIJUMPAI PADA BERBAGAI SISTEM ORGAN
Sistem Gastrointestinal
- Anorexia
- Konstipasi
- Mulut kering dan bau
- Kandidiasis dan sariawan mulut
Sistem Genitourinaria
- Inkontinensia urin
Sistem Integumen
- Kulit kering/pecah-pecah
- Dekubitus
Sistem Neurologis :
- Kejang
Perubahan Status Mental
- Kecemasan
- Halusinasi
- Depresi

Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal
a. Pengkajian
• Faktor Predisposisi
• Faktor Presipitasi (Kehilangan bio, psiko, sosial, spiritual)
• Perilaku
• Mekanisme Koping

b. Diagnosa Keperawatan
1. Dukacita adaptif b.d kehilangan kepemilikan pribadi
2. Dukacita maladaptif b.d penyakit Terminal kronis
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis (respon dukacita yang tertahan)
4. Perubahan proses keluarga b.d transisi/krisis situasi
5. Isolasi sosial b.d sumber pribadi tidak adequat
6. Gangguan pola tidur b.d stress karena respon berduka
7. Distress spiritual b.d perpisahan dari ikatan keagamaan dan kultural

c. Intervensi
1. Akomodasi dukacita
2. Menerima realitas kehilangan
3. Mencapai kembali rasa harga-diri
4. Memperbarui aktivitas atau hubungan normal
5. Terpenuhinya kebutuhan fisiologis, perkembangan dan spiritual
6. Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan
7. Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas seharí-hari
8. Mempertahankan harapan
9. Mencapai kenyamanan spiritual
10. Meraih kelegaan akibat kesepian dan isolasi

d. Implementasi
1. Komunikasi terapeutik
a. Denial
Pembantahan ini menyangkut penyakit atau pronologis yang fatal. Pembantahan ini hanya diepaskan sedikit demi sedikit dalam suatu relasi kepercayaan dan pasien untuk diberi waktu untuk itu.



b. Anger
Dalam fase ini pasien memberontak melawan suratan nasip ,melawan Tuhan. Secara konkrit kemarahannya diarahkan kepada dokter, perawat atau keluarga terdekat. Yang penting ialah dokter atau perawat tidak menanggapi dengan mencap pasien sebagai pasien rewel.
c. Bergaining
Pasien mencoba meloloskan diri dari nasibnya atau sekurang-kurangnya menundanya. Dalam fase ini kita sering melihat pasien mencari kesembuhan dangan konsutasi pada dokter lain atau ia mencoba pengobatan alternatif
d. Depression
Jika akhir kehidupan harus diakui dengan tidak mungkin dihindarkan lagi, pasien menjadi sedih dan depresi. Konselor berusaha mendobrak kesedihan, terutama membuat pasien menyelesaikan hal-hal yang masih harus diurus atau memperbaiki kesalahan dahulu. Dengan cara ini pasien dapat meninggal dengan tenang dan damai.
e. Aceptence
Dalam fase ini konselor tidak boleh kecewa kalu fase terakhir tidak tercapai. Konselor harus mendampingi pasien dan tidak memaksa cara yang paling dianggap ideal
Orang yang paling dapat bertindak sebagai konseling kepada pasien terminal adalah dokter. Selain itu perawat seringkali juga paling dekat dengan pasien juga dapat memberikan konstribusi yang sangat berharga.
Hal penting yang harus dimiliki konselor adalah empati, yang penting pasien mendapat kepastian bahwa ia tidak ditinggalkan sendirian.
2. Pemeliharaan harga diri
3. Peningkatan kembalinya aktivitas kehidupan
4. Merawat klien menjelang ajal dan keluarganya

PERMASALAHAN BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)




PERMASALAHAN
A PENDAHULUAH
                Berat bayi saat lahir :
  1. indikator kesehatan maternal
  2. prediktor pertumbuhan bayi
  3. daya tahan hidup bayi
BBLR : semua bayi dengan BBL < 2500 gr
Resiko kesakitan, resiko kematian cukup tinggi oleh karena :
  1. gangguan pertumbuhan
  2. imaturitas organ
Insiden BBLR : 15,5 – 17 % dari kelahiran hidup 95 % di negara sedang berkembang 30 – 40 % disebabkan KMK
Penyebab utama kematian
  1. afiksia
  2. sindroma gangguan pernapasan
  3. infeksi
  4. komplikasi hipotermia
BBLR terdiri dari 2 kategori
  1. BKB → UK < 37 minggu : makin kecil umur kehamilan → makin kurang perkembangan organ2
  2. KMK → BB lahir < BB lahir umur kehamilan tetentu : < persentil 10 dari berat spesifik berdasarkan umur kehamilan
BBLR dapat di klasifikasikan sbb berdasarkan BB lahir :
1. BBLR : BBL < 2500 gr
2. BBLSR : BB 1000 – 1500 gr
3. BBLASR : BB < 1000 gr
Berdasarkan umur kehamilan :
  1. kurang bulan / pretem / prematur UK < 37 mgg
  2. cukup bulan / full term / Aterm UK 37 – 42 mgg
  3. lebih bulasn atau post term / serotinus UK > 42 mgg.
Penyebab

  • faktor janin
  • gawat janin
  • kehamilan multipel
  • kelainan kromosom
  • infeksi
  • faktor plasenta previa
  • plasenta previa
  • abrupsio plasenta
  • difungsi plasenta
  • faktor lahir
  • inkompetensi serviks
  • faktor ibu
  • polihidramnion
  • Infeksi
  • Hipertensi
  • Penyakit kronis ( jantung, ginjal dsb)
  • Malnutrisi, anemia
  • Perokok, alkohol, norkotika
  • Dan banyak faktor lain

B. KEMUNGKINAN PENYAKIT PADA BBLR
    • bayi prematur
  • gangguan pernapasan idiopatik oleh karena : surfaktan kurang sehingga olveoli colaps, imaturitas organ paru
  • pnemonia aspirasi
  • perdarahan intraventrikuler
  • fibrosi pada retina
  • hiperbilirubin
    • Bayi KMK
  • aspirasi meconeum → pneumotorak
  • kadar Hb. Meningkat ol : hipoksi kronis dalam uterus
  • hipoglikemia
  • afiksia, perdarahan baru masif
  • hipotermia
  • infeksi → sepsis
C. PENATALAKSANAAN PROBLEM PADA BBLR YAITU :
    • bentuk tubuh
  1. permukaan tubuh relatif lebih luas → sehingga BBLR banyak kehilangan panas dan cairan melalui kulit]
  2. prinsip pencegahan hipotermia
  • tunda memandikan bayi → pakai minyak kelapa
  • tempatkan pada inkubator atau cfies hangat
  • perhatika status cairan bila perlu pasang infus
  • bungkus bayi dengan slimut → metode kanguru
  • bila pwerlu O2
  1. Nutrisi
  1. minum pada bayi prematur
  • pada 2 jam I. beri asi (coba Dex . 5 %) untuk cegah turunnya BB > 10 %
  • asi diberiakn dengan pipet / sendok sedikit2
  • susu yang mengandung lemak (mudah cernak)
  • frekuensi pemberian 3 jam sekali
  1. pada bayi KMK
  • refleks hisap sdh. Membaik
  • enzim pencernaan > aktif
  • cadangan glikogen sedikit → mudah hipoglikemia
  • pemberian cairan parenteral terus s/d enteral tercukupi
D. TEKNI PEMBERIAN MINUM PADA BBLR
  • miring kekanan ½ duduk, kepela dan bahu 30 derajat
  • Kehangatan bayi cukup
  • Perhatikan K/U bayi : biru, perut kembung, gangguan nafas
  • Pengamatan setelah minum
  • Minum sedikit2 penambahan susu tidak > 5 cc
  • Setelah minum letakan bayi posisi ½ duduk
E. PEMANTAUAN
    1. Muntah : penyebabnya regurgitasi (belum menerima formula. Tindakan → kurangi pemberian formula
    2. Distensi : tertelan udara yang berlebihan. Tindakan puasakan → K/P pasang NGT, observasi
F. MASALAH – MASALAH YANG TERJADI PADA PREMATUR
        • mudah kehilangan panas, mudah dehidrasi (betuk tubuh)
        • mudah kedinginan → lemak subcutan masih tipis
        • perdarahan otak : sestim syaraf otak belum matang (pmb. Darah rapuh)
        • hiperbilirubinnemia : sestimenzim hati belum sempurna sering terjadi serangan apneu : karena adanya sumbatan secret pada jalan nafas (reflek sehingga mudah terjadi aspirasi pneumonia)
        • RDS (Respratory Distress Syndroma) yang ditandai dengan sianosi, tangisan, merintih, sesak nafas
        • Adanya rektrasi dada saat bernafas, RDS timbul beberapa jam setelah lahir/timbul segera setelah lahir dan keadaan semakin buruk. Penyakit ini diderita terutamu pada bayi U.K < 34 mgg. Hal ini karena surfaktan belum cukup terbentuk
G. FAKTOR RESIKO YANG BERKAITAN DENGA PERSALINAN PREMATUR
riwayat partus prematur / abortus, factor saosial seperti social ekonomi, usia ibu (< 20 atau > 40 tahun), ibu pencandu rokok, narkotik, alcohol, penyakit infeksi pada ibu, kehamilan ganda
H. DYSMATUR/SMAL FOR DATE/SMAL FOR GESTASIONAL/KMK
Adalah bayi lahir dengan BBL < BB seharusnya untuk masa kehamilan, hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan KM K
  • Karatekristik :
    • Bentuk tubuh sama dengan premature, untuk itu memiliki persoalan pada keseimbangan tubuh dan cadangan makanan kurang
    • Fungsi organ tubuh : bayi inim emiliki sifat/fungsi organ sesuaia dengan umur kehamilannya jadi miskipun BB rendah tetapi fungsi organ tubuhny sudah matang
  • Etiologi
Penyebab bayi dismatur sering tidak diketahui pasti, tetapi kemungkinan :
  • Kelainan kromosom
  • Infeksi intra uterin seperti toxoplasma, rubella
  • Penyakit ibu yang mengganggunutrisi janin?mengganggu sirkulasi uteroplasenta al : preeklamsi, hipertensi, DM, gangguan ginjal
  1. ASUHAN KEPERAWATAN ATAU KEBIDINAN
  • Pengkajian
Pada anamnesa :
  • Masa gestasi < sembilan bulan
  • BBL < 2500 gr
Pemeriksaan fisik :
  • keadaan umum : baik, lemah, tangisan kuat/lemah, merintih
  • TTV : suhu normal (36,5 C – 37,5 CC RR (40 – 60 X/menit) N (120 – 160 X/menit)
  • Luas pemukaan tubuh relatif > BB-nya
  • Jaringan lemak subcutan
  • Reflek : hisap / menelan serta reflek lainnya koordinasinya baik / kurang
  • Bati dalam keadaan stabil / keadaan patologisnya teratasi/belum
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Gangguan termoregulasi B/D pusat pengaturan tubuh belum sempurna
  2. gangguan pernapasan B/D imaturasi organ paru
  3. resiko hipotermi/hipoglikemia B/D cadangan lemak bawah kulit kurang
  4. cemas keluarga B/D kurang pengetahuan perawatan BBLR
K. PREMATUR MURNI
Adalah neonatus dengan usia kehamilan < 37 mmg BB sesuai usia kehamilan, desebut juga neonatus preterm/BBLR
L. KARAKTERISTIK : TANDA – TANDA
  1. BB < 2500 gr, PB < 45 cm, lingkar kepala < 33 cm, lingkaran dada < 30 cm
  2. masa gestasi < 37 mmg. Gerakan kurang aktif, otot masih hipotinus
  3. kepala > besar dari badan, rambut tipis, halus, UUB satural lebar
  4. telingan elastis, dqaun telinga menetes pada kepala
  5. pernapasan belum teratur dan sering mengalami apneu
  6. putting susu belum terbentuk dengan sempurna
  7. kulit tipis transpara, lanugo banyak terutama si dahi, pelipis dan lengan
  8. lemak subcutan kurang
  9. genetalia belu sempurna : pada laki2 testis belum turun, pada wanita labia mayora belum terbentuk
  10. reflek hisap dan menelan serta reflek batuk masih lemaH

Asuhan Keperawatan Ikterik Pada Bayi Baru Lahir

1. LATAR BELAKANG

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit ( sel darah merah). Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkab kuning pada bayi.
Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL ynag pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan.
BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar, infeksi, dan hemolisis.
BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan.

2. PERMASALAHAN

Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan bilirubin. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5 mg/dL. Ikterus biasanya fisiologis, namun pada sebagian kasus dapat menyebabkan masalah; yang paling ditakuti adalah ensefalopati bilirubin. Mengingat belum adanya definisi yang universal, maka diperlukan kesepakatan definisi, pendekatan diagnosis, serta tata laksana yang tepat.

Berbagai teknik diagnostik telah digunakan untuk menilai ikterus pada bayi baru lahir. Pengukuran bilirubin serum dianggap sebagai metode paling tepercaya, tetapi memiliki keterbatasan karena bersifat invasif dan juga keterbatasan dalam hal peralatan dan biaya. Pemeriksaan langsung secara visual tidak dapat dipercaya sepenuhnya dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Metode pemeriksaan non-invasif lain seperti transcutaneus bilirubinometry (TcB) merupakan alternatif pemeriksaan (skrining) pengukuran bilirubin serum.

Sampai saat ini belum ada keseragaman tata laksana ikterus neonatorum di Indonesia. Kadar serum bilirubin untuk memulai masing-masing jenis terapi (terapi sinar, transfusi tukar, obat-obatan) masih menjadi pertanyaan. Di satu sisi kelambatan terapi dapat berakibat buruk di masa datang, di lain sisi terapi yang berlebihan berarti menyia-nyiakan sumber daya yang tidak perlu.

3. Tujuan
Untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan keterampilan penulis dalam memberikan asuhan kebidanan pada BBL dengan BBLR dan Ikterus serta menerapkannya dalam bentuk manajemen asuhan kebidanan.


TINJAUAN TEORITIS

Pengertian
· Ikterus Neonaturum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir. Ikterus juga disebut Hiperbilirubinemia. Yang dimaksud ikterus pada BBL (bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.(Ngastiyah,1997: 197)
· Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis. (Saifuddin, 2002: 381)
· Ikterus atau warna kuning pada bayi baru lahir dalam batas normal pada hari ke2-3 dan menghilang pada hari ke-10. ikterus disebbkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa. (Manuaba, 1998: 325)
· Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh (Ilmu Kesehatan Anak Jilid I)
· Ikterus (Jaundice) adalah perubahan warna kulit menjadi kuning akibat pewarnaan jaringan oleh bilirubin (Hellen Farrer, Perawatan Maternitas)
· Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran empedu dll.
· Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Disebut dengan hiperbilirubinemia apabila didapatkan kadar bilirubin dan darah > 5mg% (85µmol/L). (Pelatihan PONED Komponen Neonatal 28-30 Oktober 2004)

Etiologi dan Faktor Risiko

1. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:2
- Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.
- Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) à penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
- Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim b glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:2
- Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
- Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
- Polisitemia
- Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir
- Ibu diabetes
- Asidosis
- Hipoksia/asfiksia
- Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik

2. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
Faktor Maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
- ASI
Faktor Perinatal
- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia

Klasifikasi
Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :
· Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama
· Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari
· Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan
· Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur
· Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama
· Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu.
· Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.

Ikterus Neonatorum dibagi menjadi:
a. Ikterus Patologik
Ikterus di katakan patologik jikalau pigmennya, konsentrasinya dalam serum, waktu timbulnya, dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebut pada Ikterus fisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus patologik.

Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :
Ø Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar untuk dikeluarkan.
Ø Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.
Ø Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin.

b. Ikterus Hemolitik
Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new born ). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan darah itu dan bayi.
1) Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.
Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ).
Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern Ikterus.

2) Inkompatibilitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G – 6 – PD dan Inkompatibilitas ABO.
Ikteru dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
a) Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain.
Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang coombs test positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain.
b) Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital.
Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle – cell anemia ), dan elyptocytosis herediter.
c) Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD defeciency ).
Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar.
c. Ikterus Obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung dan bilirubin langsung.
Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1mg%, maka harus curiga akan terjadi hal-hal yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau obstruksi saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan patologik.
Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat.
Bila sampai dengan terjadi obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.
d. Kernicterus
Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui sebagai komplikasi hiperbirubinemia.
Bayi-bayi yang mati dengan icterus berupa icterus yang berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang. Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnoea.
Kernicterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubintidak langsung dalam serum.
Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kernicterus.
Pada bayi primatur batas yang dapat di katakan cuman ialah 18 mg%, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neomatus yang menderita hyipolia, asidosis, dan hypoglycaemia kernicterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin <16mg%.> 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

· Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat pada tabel 1.
· Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir <>15 mg/dL menggunakan cahaya biru yang memiliki spektrum emisi yang sama dengan spektrum absorpsi bilirubin.

Faktor lain adalah usia bayi, umur gestasi, berat badan dan etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi prematur yang sangat kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang sangat kecil (gangguan pertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin tinggi kadar bilirubin pada saat memulai fototerapi, makin efektif.
Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit yang tidak adekuat, sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara terbalik dengan kuadrat jarak), lampu fluoresens yang terlalu panas menyebabkan perusakan fosfor secara cepat dan emisi spektrum dari lampu yang tidak tepat. Idealnya, semua ruang perawatan perinatologi memiliki peralatan untuk melakukan terapi sinar intensif.

TRANFUSI TUKAR
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.


Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar

1. Darah yang digunakan golongan O.
2. Gunakan darah baru (usia <> 4,5 mg/dL dan kadar Hb <> 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar
c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13 gr/dL
d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara adekuat dengan terapi sinar

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
- Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
- Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
- Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
- Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar
- Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
- Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
- Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
- Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
- Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
- Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Perawatan pasca tranfusi tukar
- Lanjutkan dengan terapi sinar
- Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar 12:
a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari orang tua penderita

b. Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya

c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres dengan NaCl fisiologis

d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin < style="font-weight: bold;">Pelaksanaan Tranfusi Tukar
a. Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 10 – 20 mL atau tergantung berat badan bayi, jangan melebihi 10 % dari perkiraan volume darah bayi

b. Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada three way stopcock. Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat memakai darah ini karena belum bercampur dengan darah donor

c. Masukkan darah donor dengan jumlah yang sama secara perlahan-lahan. Kecepatan menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2 mL/kgBB/menit

d. Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar dalam sirkulasi

e. Hisap dan masukkan darah berulang kali dengan cara yang sama sampai target transfusi tukar selesai

f. Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan yang masuk pada lembaran observasi transfusi tukar

g. Jika memakai darah dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat (ACD/PCD) setiap tranfusi 100 mL diberikan 1 mL kalcium glukonas 10 % intra vena perlahan-lahan. Pemberian tersebut terutama bila kadar kalsium sebelum tranfusi <>


  • Mempercepat metabolisme dan pengeluran bilirubin ü Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan melalui ginjal dan usus,misalnya dengan terapi sinar (photo terapi).



  • Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah , yaitu denga tranfusi tukar darah.



  • MEMPERCEPAT METABOLISME DAN PENGELUARAN BILIRUBIN 


  • 1.Early feeding. Pemberian makanan dini pada neonatus dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus. Hal ini mungkin sekali disebabkan karena dengan pemberian Makanan yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus,Dan meconium lebih cepat dikeluarkan,sehingga peredaran Enterohepatik bilirubin berkurang.
    2.Pemberian agar-agar. Pemberian agar-agar per os dapat mengurangi ikterus fisiologik.Mekanismenya ialah dengan menghalangi atau mengurangi peredaran bilirubin enterohepatik.
    3.Pemberian phenobarbital. Pemberian phenobarbital ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin tidak langsung dalam serum bayi.Khasiat phenobarbital ialah mengadakan induksi enzymamicrosoma,sehingga konjugasi bilirubin berlangsung lebih cepat .Pemberian phenobarbital untuk mengobatan hiperbilirubenemia padaneonatus selama tiga hari baru dapat menurunkan bilirubin serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak memberikan reaksi daripada bayi cukup bulan. Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg berat badan sehari, mula-mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan pemberian phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa pelaksanaanya lebih murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang berarti. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestivus.Contoh paling baik ialah terapi sinar. Creme ( 1958 ) melaporkan bahwa pada bayi penderita icterus yang diberi s inar matahari lebih dari penyinaran biasa, icterus lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lain yang tidak disinari. Penyelidikan sarjana-sarjana lain, misalnya Lucey ( 1968 ), Gianta dan Rath ( 1968 ), dan lain-lain menunjukkan bahwa terapi sinar dengan menggunakan sinar buatan juga memberi hasil yang baik. Dengan terapi sinar bilirubin serum dapat turun dengan cepat, 1 sampai 4 mg% dalam 24 jam. Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan bilirubin ternyata tidak toksik untuk tubuh dan dikeluarkan dari tubuh dengan sempurna. Penggunaan terapi sinar untuk mengobati hiperbilirubinemia harus dilakukan dengan hati-hati karena jenis pengobatan ini dapat menimbulkan komplikasai, yaitu dapat menyebabkan kerusakan retina, dapat meningkatkan kehilangan air tidak terasa ( insensible water losess ), dan dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan bayi, walaupun hal ini masih dapat dibalikkan. Kalau digunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih sinar dengan spektrum antara 240-480 nannometer, sinar ultraviolet harus dicegah dengan plexiglas dan bayi harus mendapat cairan yang cukup. Cara penggunaan foto terapi : v Alat yang dipergunakan lebih atas 10 lampu neon biru masing-masing berkekuatan 20 Watt. v Susunan lampu ini dimasukkan ke dalam bilik yang diberi ventilasi di sampingnya. v Dibawah susunan lampu dipasang plexiglass setebal 1 1\2 cm untuk mencegah sinar ultraviolet. v Alat terapi sinar diletakkan 45 cm di atas permukaan bayi. v Terapi sinar di berikan selama 72 jam tau sampai kadar bilirubin mencapai 7,5 mg%. Selama terapi sinar mata bayi dan alat kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat memantulkan sinar. Transfusi tukar darah ( exchange transfusion ) Transfusi tukar darah Jakarta di berikan kasus-kasus berikut : a. Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20 mg% b. Pada bayi prematur tranfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar albumin kurang dari 3,5 gram per 100 ml. c. Pada kenaikan yang cepat nilirubin tidak langsung serum bayi pada hari pertama ( 0,3 – 1 mg% per jam ). Hal ini terutama terdapat pada inkompatibilitas golongan darah. d. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensasi jantung. e. Bayi penderita icterus dan kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 14 mg% dan Coombs test langsung positif. Alat-alat dan obat-obat yang harus disediakan ialah : 1. Semprit dengan 3 cabang ( 3 way syringe ) 2. Semprit 5 ml atau 10 ml ( 2 buah ) untuk glukonas calcicus 10% dan heparin encer ( 2 ml heparin @ 1000 satuan dalam 250 ml NaCi fisiologik ) 3. Kateter polyethylene kecil sepanjang 15-20 cm ( atau feeding tube No. 5-8 French ) 4. Piala ginjal ( 2 buah ) serta botol kosong untuk menampung darah yang dibuang 5. Alat-alat pembuka vena dan 6. Zat asam, laringskop neonatus, ventilator bayi ( misalnya Penlon infant ventilator ), plastic airway, dan lain-lain yang diperlukan untuk resusitasi. Teknik transfusi tukar darah a. Lambung bayi harus kosong, 3-4 jam sebelum transfusi jangan diberi minum. Kalau mungkin, 4 jam sebelum transfusi bayi diberi infus albumin 1 gram/kg berat badan atau 35 ml plasma manusia per kg berat badan. b. Semua tindakan harus dilakukan dengan cara ansepsis dan antisepsis. c. Harus diawasi pernafasan, nadi, denyut jantung, dan keadaan umum bayi. d. Bayi tidak boleh kedinginan. Kalau inkubator bayi kecil, dan transfusi tukar darah tidak dapat dilakukan di dalam inkubator, maka bayi dapat dikeluarkan dan dipanaskan dengan menggunakan lampu 20 Watt dalam jarak 2-3 meter dari bayi e. Bila masih segar, tali pusat dipotong rata dengan dinding perut. Hati-hati terhadap pendarahan. Sebaiknya sebelum dipotong tali pusat dibuat jahitan seperti lasso pada pangkal tali pusat yang dapat dipergunakan sebagai simpul untuk mencegah pendarahan. f. Salah satu ujung kateter polyethylene dihubungkan dengan semprit 3 cabang dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam vena umbilicalis. Sebelum dimasukkan ke dalam umbilicalis semprit 3 cabang dan kateter harus diisi dengan larutan heparin encer ( 2 ml heparin @ 1000 satuan/ml dalam 250 ml NaCi fisiologik ). Hal ini perlu untuk mencegah embolus. Kateter dimasukkan dengan hati-hati ke dalam vena umbilicalis sampai terasa halangan ( biasanya sedalam 4-6 cm ), kemudian ditarik lagi sepanjang 1 cm. Dengan cara demikian, darah akan mengalir keluar dengan sendirinya. Ambillah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium. g. Periksalah tekanan vena umbilicalis dengan mencabut ujung luar kateter dari semprit dan mengangkatnya ke atas perut bayi. Tekanan ini biasanya positif ( darah dalam kateter naik kira-kira 6 cm di atas perut bayi ). Bila ada gangguan pernafasan, dapat terjadi tekanan negatif. Hati-hati jangan terjadi enbolus udara. h. Keluarkan darah sebanyak 20 ml dan masukkan darah sebanyak 20 ml. Memasukkan dan mengeluarkan darah di perlahan –lahan kira-kira dalam waktu 20 detik.Kalau bayi lemah atau prematur,cukup sebanyak 10-15 ml sekali masuk dan keluar.Banyaknya darah yang dikeluarkan 190 ml per kg berat badan dan yang dimasukkan 170 ml per kg berat badan. i. Semprit harus sering dibilas dengaan larutan hepatin encer dalam air garam fiologik. j. Setelah darah masuk sebanyak 150 ml, kateter dibilas dengan larutan heparin encer itu. Kemudian dimasukkan gluconas calcicus 10 % secara perlahan –lahan (2 menit ) ,sesudah itu,dibilas dengan larutan heparin encer ( 1 ml).Denyut jantung harus selalu diawasi. k. Bila tali pusat telah kering dan tidak dapat dapat dipakai lagi,dapat dipakai vena saphena magna,yaitu cabang vena femoralis.Lokasinya ialah 1 cm dibawah ligamentum inguinalis dan medial dari arteri femoralis. PERAWATAN SETELAH TRANSFUSI DARAH. 1. vena umbilicus dikompres dengan larutan garam fisiologik supaya tetap basah seandaainya tetap diperlukan transfusi tukar lagi.Kateter siumbilikus dapat ditinggalkan dan ditutup secara steriel. 2. Bayi perlu diberi antibiotik spektrum luas. 3. Kadar haemoglobin dan bilirubin diperiksa setiap 12 jam. 4. Sesudah transfusi bayi dapat diberi terapi sinar. KATABOLISME HEME MENGHASILKAN BILIRUBIN. Ketika hemoglobin dihancurkan didalam tubuh,globin diuraian menjadi asam amino pembentuknya yang kemudian akan di gunakan kembali ,dan zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali. Bagian porfirin tanpa besi pada heme juga diuraikan,terutama didalam sel-sel retikuloendotel hati,limpa dan sumsum tulang. Katabolisme heme dari semua protein heme dilaksanakan dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sebuah sistem enzim yang kompleks yang dinamakan heme oksigenase.Pada saat heme pada protein heme mencapai sitem heme oksigenase, zat besi biasanya sudah teroksidasi menjadi bentuk feri yang merupakan hemin. Sistem heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrak. Sistem ini terletak sama dekat dengan sistem pengangkutan elektron mikrosum. Besi fero sekali lagi teroksidasi menjadi bentuk feri. Dengan penambahan lebih lanjut oksigen, ion feri dilepaskan, kemudian karbon monoksida dihasilkan. Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Konversi kimia heme menjadi bilirubin oleh sel retikuloendotel dapat di amati secara in vivo karena warna ungu heme pada hema toma perlahan-lahan di ubah menjadi pigmen bilirubin yang berwarna kuning . Bilirubin yang terbentuk di jaringan perifer akan di angkut ke hati oleh albumin plasma. Metabolisme bilirubin lebih lanjut terutama terjadi di hati. PERISTIWA METABOLISME DI BAGI MENJADI 3 PROSES. § Ambilan bilirubin oleh sel parenkim hati. § Konjugasi bilirubin dalam retikulum endoplasma halus. § Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu.
    1. HATI MENGAMBIL BILIRUBIN. Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air, tetapi kelarutan bilirubin di dalam plasma di tingkatkan oleh pengikatan nonkovalen dengan albumin. Setiap molekul albumin tampaknya mempunyai satu tapak dengan afinitas tinggi dan satu tapak dengan afinitas rendah untuk pengikatan bilirubin. Dalam 100 ml plasma, kurang lebih 25 mg bilirubin dapat di ikat erat oleh albumin pada tapak dengan afinitas tinggi. Bilirubin jumlahnya berlebihan hanya terikat secara longgar dan karenanya mudah terlepas serta berdisfusi kedalam jaringan. Sejumlah senyawa seperti antibiotik dan beberapa obat lainnya bersaing dengan bilirubin untuk dapat berikatan pada tapak pengikatan dengan afinitas tinggi pada albumin. Jadi senyawa – senyawa ini dapat menggeser bilirubin dan memberikan efek klinis yang bermakna.. Di hati bilirubin dilepaskan dari bilirubindari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit qleh sistem dapat jenuh( saturable) yang diperantarai oleh zat pembawa.Sistem pangangkutan yang difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar sehingga sekalipun pada keadaan patologik,sistem tersebut tampaknya tidak membatasi kecepatannya dalam metabolisme bilirubin. Mengingat sistem pengangkutan yang difasilitasi tersebut memungkan adanya ekuibilibrium bilirubin lewat membran sinusoid hepatosit,ambilan neto bilirubin akan bergantung pada pengeluaran bilirubin oleh lintasan metabolik berikutnya.

    2. KONJUGASI BILIRUBIN DENGAN ASAM GLUKURONAT TERJADI DIHATI Bilirubin bersifat non polar dan akan bertahan didalam sel (misal,terikat dengan lipid) jika tidak dibuat dapat larut didalam air.Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk polar yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam empedu dengan penambahan molekul asam glukoronat pada bilirubin pada bilirubin tersebut.Proses ini dinamkan konjugasi dan dapat memakai molekul polar yang bukan asam glikironat(misal,sulpat).Banyak hormon steroiddan obat yang juga dikonversikan lewat proses konjugasi menjadi derifat yang dapat larut dalam air untuk mempersipkan ekskresi hormon dan obat tersebut. Hati sedikitnya mengambil dua buah isoform enzim glukuronosiltrasferase yang keduanyabekerja pada bilirubin.Enzim ini terutama terdapat dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukuronat sebagai donor glukorunosil.Bilirubin monoglukuronida merupakan intermediat danselanjutnya akan dikonfersikan menjadi bentuk diglukoronida.Meskipun demikian,kalau konjugat bilirubin terdapat secara abnormal didalam plasma manusia (misa,pada ikterus obtruktif) ,bentuk bilirubinbilirubin yang dominan adalah monoglukuronida. Aktifitas UDP glukuronosiltransferase dapat diinduksi oleh sejumlahobat yang berkasiat dalam klinik,termasuk preparat fenobarbital. 3. BILIRUBIN DISEKRESIKAN KE DALAM GETAH EMPEDU. Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi melalui mekanisme pengangkutan yang aktif,yang mungkin bersifat membatasi kecepatan bagi keseluruh proses metabolisme bilirubin hepatik.Pengangkutan hepatik bilirubin terkonjugasi kedalam empedu bisa diinduksi oleh obat yang sama yang mampu menginduksi konjugasi bilirubin.Jadi sistem konjugasi dan ekskresi bagi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi. Dalam keadaan fisiologis,pada hakekatnyaseluruh bilirubin yang diekskresikan kedalam empedu berda dalam bentuk terkonjugasi.Hanya setelah fototerapi dapat ditemuakan bilirubin tak terkonjugasi dengan jumlah bermakna didalam empedu.Dihati terdapat lebih dari satu sistem untuk menyekresikan kedalam empedu senyawa yang ada secara alami dan senyawa farmasisetelah proses senyawa terjadi.Beberapa dari sistem sekresi ini dipakai bersama bilirubin diglukuronida,tetapi sebagian lainnya bekerja secara bebas. Bilirubin terkonjugasi direduksi menjadi urobilinogen oleh bakteri usus. Setelah bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminalis dan usus besar,glukuronida dilepaskan oleh enzim bakteri yang spesifik(enzim gukuronidase),dan pigmen tersebut selanjutnya direduksioleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tidak berwarna yang dinamakan urobilinogen.Diileum terminalis dan usus besar. Diserap kembali dan diekskresikan kembali lewat hati untuk menjalani siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, khususnya kalau terbentuk pigmen empedu yang berlebihan atau kalau ada penyakit yang mengganggu siklus enterohepatik ini, urobilinogen dapat pula diekskresikan kedalam urine. Normalnya, sebagaian besar urobilinogen tidak berwarna yang terbentuk di dalam kolon oleh flora feses akan teroksidasi disana menjadi urobilin ( senyawa berwarna ) dan diekskresikan ke dalam feses. Warna feses berubah menjadi lebih gelap ketika dibiarkan terpajan udara disebabkan oleh oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin. BAB IV PENUTUP 4.1 . Kesimpulan Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran empedu dll. Ikterus Neonatorum dibagi menjadi: a. Ikterus Fisiologis - warna kuning akan timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3. - Tidak mempunyai dasar patologis. - Kadarnya tidak melampuai kadar yang membahayakan. - Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus. - Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. b. Ikterus Patologis - Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl. - Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam. - Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan. - Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). - Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari. - Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari ( bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR. Penanganan pada bayi Ikterus: a. Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi - Beri minum sesuai dengan kebutuhan. Makanan yang paling utama dan sesuai untuk bayi baru lahir adalah ASI. Oleh sebab itu, berilah ASI pada bayi sesering mungkin. - Jika bayi dapat menyusui, berilah ASI eksklusif lebih sering. - Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui piapa nasogastrik atau dengan gelas dan sendok. - Perhatikan juga frekuensi BAB dan BAK bayi untuk menghindari terjadinya dehidrasi. b. Beri theraphy sinar untuk bayi yang dirawat di Rumah Sakit, dan jemur bayi dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7-jam8 pagi setiap hari selama 15 menit bayi telungkup dan 15 menit bayi telentang. c. Jika kondisi tubuh keluarga atau tamu sedang sakit, jangan dekat bayi dahulu, sebab bayi sangat rentan terhadap penyakit. a. Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan. b.Cegah infeksi seminimal mungkin. Langkah Promotif dan perventif yang dapat kita lakukan agar ikterus ini tidak terjadi yaitu: ü Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan ikterus (sulfa,anti malaria, nitro furantio, aspirin). ü Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR. ü Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini secara tepat dan cepat. ü Penanganan asfiksia adan trauma persalinan dengan tepat. ü Pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi baru lahir dengan ASI dini dan eksklusif. 4.2. Saran 1. Bagi Mahasiswa Dalam penetapan manajemen kebidanan diharapkan mahasiswa dapat melakukan pengkajian yang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mampu memberikan asuhan yang kompeten bagi pasien. Mahasiswa juga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya selama proses pembelajaran di lapangan. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan bimbingan yang seoptimal mungkin dari pendidik lapangan dalam membimbing mahasiswa di lapangan dalam memberikan asuhan kebidanan dan keperawatan bagi pasien sehingga mahasiswa dapat mengevaluasikan teori dan praktek yang telah diperolehnya.

    Asuhan Keperawatan BBLR

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang
    Dalam beberapa dasawarsa ini perhatian terhadap janin yang mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan sangat meningkat. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian perinatal neonatal karena masih banyak bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir rendah. (Mochtar, 1998 ).
    Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby ( bayi dengan berat lahir rendah = BBLR ), karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gr pada waktu lahir bukan bayi premature.
    Menurut data angka kaejadian BBLR di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1986 adalah 24 %. Angka kematian perinatal di rumah sakit dan tahun yang sama adalah 70 % dan 73 % dari seluruh kematian di sebabkan oleh BBLR ( Prawirohardjo, 2005 )
    Melihat dari kejadian terdahulu BBLR sudah seharusnya menjadi perhatian yang mutlak terhadap para ibu yang mengalamai kehamilan yang beresiko karena dilihat dari frekuensi BBLR di Negara maju berkisar antara 3,6 – 10,8 %, di Negara berkembang berkisar antara 10 – 43 %. Dapat di dibandingkan dengan rasio antara Negara maju dan Negara berkembang adalah 1 : 4 ( Mochtar, 1998 ).
    Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar dari bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Kalaupun bayi menjadi dewasa ia akan mengalami gangguan pertumbuhan, baik fisik maupun mental.
    Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah, dan gangguan lainnya.
    Tabel.1
    Jumlah kelahiran di Rumah Sakit Kardinah per tahun 2008 sampai dengan bulan September 2008
    Jumlah Kelahiran Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Jumlah
    Hidup 201 218 266 685
    Mati 4 7 8 19
    Jumlah 704
    Sumber : Data MedRec RSUD Kardinah Tegal Tahun 2008
    Tabel. 2
    Jumlah bayi yang di rawat di ruang Peristi per 3 bulan sampai bulan September 2008
    Kasus Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Jumlah
    Asfiksia 3 7 13 23
    BBLR 32 30 36 98
    BBLSR 2 8 10 20
    Kelainan kongenital 1 - - -
    Kelainan Mongolisme 2 - - -
    Kejang - - - -
    Kelainan Lain - 2 - 2
    Jumlah 143
    Sumber : Data MedRec RSUD Kardinah Tegal Tahun 2008
    Berdasarkan latar belakang di atas maka diambilah salah satu kasus untuk pembuatan Asuhan Keperawatan pada By. Y. dengan BBLSR dengan diagnosa Asfiksia di Ruang Perinatologi (Dahlia) RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2008.
    1.1 TUJUAN PENULISAN
    Adapun yang menjadi tujuan penulisan adalah:
    1. Untuk mengetahui pengertian BBLSR dengan kasus asfiksia.
    2. Untuk mengetahui penyebab BBLSR dengan kasus asfiksia.
    3. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan oleh BBLSR pada Neonatus dan juga perjalanan penyakit tersebut.
    4. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dan perawatan pada bayi BBLSR dengan asfiksia.
    5. Untuk memenuhi tugas praktek Program Profesi Ners Stase Keperawatan Maternitas.
    1.2 MANFAAT PENULISAN
    Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:
    1. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dalam penetalaksanaan bayi BBLSR dengan asfiksia pada Neonatus.
    2. Sebagai sumber referensi untuk kemajuan perkembangan ilmu Keperawatan, khususnya Keperawatan bayi baru lahir.
    I.3 METODE PENULISAN
    Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
    1. Observasi, yaitu mengamati secara langsung keadaan klien melalui pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
    2. Wawancara, Yaitu merupakan cara pengumpulan data melalui komunikasi secara lisan baik langsung dengan klien maupun dengan keluarga klien.
    3. Dokumentasi, yaitu dengan membaca dan mempelajari status klien, baik data perawatan, buku laporan yang ada diruangan.
    4. Studi literatur, yaitu mengambil referensi dari berbagai literatur guna mendapatkan keterangan dan dasar teoritis yang berkenaan dengan kasus atau masalah yang timbul.

    BAB II

    TINJAUAN TEORITIS

    A. PENGERTIAN
    Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah ( WHO, 1961 ).
    Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr sampai dengan 2499 gr.
    Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (Markum, 2000).
    Asfiksia adalah kurangnya oksigen dalam darah dan meningkatnya kadar karbon dioksida dalam darah serta jaringan (Kamus saku kep. Edisi 22).
    Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Medicine and linux.com).

    B. Etiologi BBLR dan Asfiksia
    1. Etiologi BBLR
    a. Faktor ibu (resti).
    b. faktor penyakit (toksimia gravidarum, trauma fisik).
    c. faktor usia : < 20 tahun.
    d. faktor ibu : riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan ante partum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma dan lain-lain.
    e. Faktor janin : cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini.
    f. Keadaan sosial ekonomi yang rendah.
    g. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok.
    2. Etiologi Asfiksia
    Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir, penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari :
    1. Faktor Ibu
    a. Hipoksia ibu
    Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang rendah.
    b. Gangguan aliran darah uterus
    Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
    • Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.
    • Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
    • Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
    2. Faktor plasenta
    Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya:
     Plasenta tipis
     Plasenta kecil
     Plasenta tak menempel
     Solusio plasenta
     Perdarahan plasenta
    3. Faktor fetus
    Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
    4. Faktor Neonatus
    Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :
    • Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
    • Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia / stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
    5. Faktor persalinan
    • Partus lama
    • Partus tindakan
    (Medicine and linux.com DAN Pediatric.com)

    C. PATOFISIOLOGI
    Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
    Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
    Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya (Medicine and linux.com)

     D. KLASIFIKASI KLINIK NILAI APGAR DAN BBLR :
    1. Klasifikasi Asfiksia
    a. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
    Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
    b. Asfiksia sedang (APGAR 4-6)
    Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
    c. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
    d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
    Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat. Pediatric.com
    2. Klasifikasi BBLR Primaturitas murni.
    a. Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan masa gestasi.
    b. Dismaturitas.
    c. BB bayi yang kurang dari berat badan seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.
    d. BBLR dibedakan menjadi :
     BBLR : berat badan lahir 1800-2500 gram
     BBLSR : berat badan lahir < 1500 gram
     BBLER : berat badan lahir ekstra rendah < 1000 gr

    E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
    1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 ).
    2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek).
    3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi.
    4. Pengkajian spesifik/
    5. Pemeriksaan fungsi paru/
    6. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler/
    (Pediatric.com)

    F. MANIFESTASI KLINIS
    Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
    - DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
    - Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
    - Apnea
    - Pucat
    - Sianosis
    - Penurunan terhadap stimulus.
    (Medicine and linux.com)

    G. PENATALAKSANAAN KLINIS
    1. Tindakan Umum
    a. Bersihkan jalan nafas.
    Kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.
    b. Rangsang reflek pernafasan.
    Dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles. Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.
    c. Mempertahankan suhu tubuh.
    Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastik (Medicine and linux.com DAN Pediatric.com).
    2. Tindakan khusus
    a. Asfiksia berat
    Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
    b. Asfiksia sedang/ringan
    Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri O2 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20 x/menit Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi (Medicine and linux.com).
    H. THERAPI CAIRAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA
    1. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia
    a. Mengembalikan dan mempertahankanKeseimbangan airan
    b. Memberikan obat – obatan
    c. Memberikan nutrisi parenteral
    2. Keuntungan dan kerugian therapy Cairan
    Keuntungan :
    a. Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepat
    b. Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan
    c. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi
    d. Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari
    e. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.
    Kerugian :
    1. Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi
    2. Komplikasi tambahan dapat timbul :
    • Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi
    • Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )
    • Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
    3. Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
    1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya.
    2. Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)
    3. Memeriksa kepatenan tempat insersi
    4. Monitor daerah insersi terhadap kelainan
    5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program
    6. Monitor kondisi dan reaksi pasien

    BAB III
    TINJAUAN KASUS
    PENGKAJIAN
    1. Pengumpulan Data
    a. Identitas klien
    Nama : By. Y
    Usia : 7 hari
    Jenis Kelamin : Perempuan
    Ruang/kamar : Peristi/Dahlia
    No. Reg : 407221
    Diagnosa medik : BBLSR dengan Asfiksia Berat
    Dr. penanggung jawab : dr. S Sp A
    Tanggal masuk : 5-12-2008 Pukul 07.15 WIB
    Tanggal pengkajian : 13-12-2008 Pukul 08.00 WIB
    Apgar skor : 3 (Asfiksia Berat)
    b. Identitas penanggung jawab
    Nama : Tn. A
    Umur : 35 tahun
    Pekerjaan : Wiraswasta
    Pendidikan : SMA
    Hub dengan klien : Anak
    Alamat rumah : Pecabean RT 04/01 Kec. Pangkah Kab. Tegal
    Masalah utama :
    Sesak nafas
    Riwayat Penyakit Sekarang :
    Pada saat dikaji tanggal 13 Desember 2008 Jam 08.00 Wib, bayi tampak sesak nafas dengan respirasi 76 x/menit. Sesak berkurang jika posisi bayi semi ekstensi dan terpasang O2 Sungkup 5 liter/menit ditandai dengan menurunnya retraksi rongga dada dan sesak tampak bertambah dengan posisi bayi fleksi ditandai dengan peningkatan PCH.
    Riwayat Penyakit Dahulu :
    Bayi lahir pada 5 – 12 – 2008 Pukul 07.15 WIB di Ruang Mawar RSUD Kardinah Tegal melalui persalinan spontan dengan gravidarum II, APGAR SCORE pada menit pertama 3, menit ke 5 nilainya 3 dan pada menit ke 10 nilainya 3, berat badan 1400 gram, panjang badan 38 cm dan air ketuban berwarna jernih. Dan ibu klien mengatakan riwayat kehamilan dan persalinan anak pertama prematur.
    Riwayat penyakit keluarga :
    Keluarga klien mengatakan bahwa keluarganya tidak mempunyai penyakit infeksi menular (Misalnya TB), penyakit kardiovaskuler (Hipertensi), dan penyakit keturunan (DM/Asma). Riwayat kehamilan persalinan sebelumnya adalah prematur dan tidak ada riwayat kehamilan gemeli (Kembar).
    Genogram
    Riwayat Psikologis :
    Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya, ekspresi wajah ayahnya tampak cemas, dan bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika menjenguk bayinya di ruang perawatan.
    Data Sosial Ekonomi :
    Kepala keluarga adalah ayah klien, sekaligus penangung jawab perekonomian, keputusan diambil oleh ayah dan ibu klien secara musyawarah.

    A. PENGKAJIAN FISIK :
    1 Keadaan umum
    Keadaan umum : Klien tampak lemah
    Lingkar kepala : 26 cm
    Lingkar Dada : 28 cm
    Lingkar Perut : 25 cm
    Panjang Badan : 38 cm
    Berat badan lahir : 1400 gr
    BB saat dikaji : 1200 gr
    Lingkar lengan atas : 5 cm
    2 Vital Sign
    P : 138 x/menit
    RR : 76 x/menit
    T : 39,1 0C
    3 Kepala
    Bentuk kepala normochepal, rambut tipis lurus dengan warna rambut hitam, tidak terdapat benjolan, tidak ada lesi, keadaan sutura sagitalis datar, tidak ada nyeri tekan, terdapat lanugo disekitar wajah.
    4 Mata
    Bentuk mata simetris, tidak terdapat kotoran, bulu mata belum tumbuh, sklera tidak ikterik.
    5 Telinga
    Bentuk simetris, tidak terdapat serumen, tidak terdapat benjolan dan lesi, tulang telinga lunak, tulang kartilago tidak mudah membalik/lambat, terdapat lanugo
    6 Hidung
    Bentuk hidung normal, PCH positif, terpasang O2 sungkup 5 liter/menit, terpasang NGT, keadaan hidung bersih, tidat terdapat polip dan benjolan.
    7 Mulut
    Bentuk bibir simetris, tidak terdapat labio palato skizis, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir tampak pucat dan terdapat jamur sisa – sisa pemberian PASI.
    8 Dada
    Bentuk dada cekung, bersih, terdapat retraksi (pada dinding epigastrium), RR 76x/menit, suara nafas Vesikuler, Cor BJ I BJ II terdengar jelas, tidak terdapat bunyi jantung tambahan (BJ III), tidak terdapat kardiomegali, palpasi nadi radialis brakhialis dan karotis teraba lemah dan ireguler.
    9 Punggung
    Keadaan punggung bersih, terdapat banyak lanugo, tidak terdapat tanda-tanda dekubitus/ infeksi.
    10 Abdomen
    Bentuk abdomen datar, BU 10 x/menit, lingkar perut 25 cm, tidak terdapat hepatomegali, turgor kulit kurang elastis ditandai dengan kulit kembali ke bentuk semula lebih dari 2 detik.
    11 Umbilikus
    Tidak ada kelainan dan tanda-tanda infeksi tali pusat, warna merah muda, bau tidak ada, tali pusat sudah terlepas.
    12 Genitalia
    Labia mayor belum menutupi labia minor, Anus paten ditandai dengan bayi sudah BAB, mekoniun sudah keluar dan warna terlihat hitam dan konsistensi lembek.
    13 Integumen
    Struktur kulit halus dan tipis, merah pucat (Pale Pink), lapisan lemak tipis pada jaringan kulit, keriput, tidak ada ruam merah (Skin rash). Lanugo tersebar diseluruh permukaan tubuh.
    14 Tonus Otot
    Gerakan bayi kurang aktif, bayi bergerak apabila diberi rangsangan.
    15 Ekstrimitas
    Atas : Bentuk simetris, jari-jari tangan lengkap, akral dingin tidak terdapat benjolan dan lesi.
    Bawah : Bentuk simetris, jari-jari kaki lengkap, akral dingin, terpasang IVFD D5 ½ NS Mikro drip di kaki sebelah kanan dengan 10 tetes/menit, tidak terdapat benjolan dan lesi.
    Udema Sianosis
    16 Refleks
    Moro : Moro ada ditandai dengan cara dikejutkan secara tiba-tiba
    dengan respon bayi terkejut tapi lemah (sedikit merespon)
    Menggenggam : Refleks genggam positif tetapi lemah ditandai dengan respon
    bayi menggenggam telunjuk pengkaji tetapi lemah.
    Menghisap : Menghisap lemah ditandai dengan bayi mau menghisap dot
    tetapi daya hisap masih lemah.
    Rooting : Rooting positif tapi masih lemah ditandai dengan kepala bayi mengikuti stimulus yang di tempelkan yang disentuhkan di daerah bibir bawah dagu hanya tetapi bayi hanya mengikuti setengah dari stimulus tersebut.
    Babynski : Refleks babinsky positif ditandai dengan semua jari hiper ekstensi dengan jempol kaki dorsi pleksi ketika diberikan stimulus dengan menggunakan ujung bolpoint pada telapak kaki.
    17 Therapy
    Efotax 2 x 100 mg Antibiotik iv
    Gentamicine 3 x 5 mg Antibiotik iv
    Aminophiline 3 x 5 mg Bronkodilator iv
    Dexamethasone 3 x 1/3 ampul Kortikosteroid iv
    Sanmol 2 x 0.2 cc Antipiretik parenteral
    Sorbital 30 mg Antikompulsif iv (Jika perlu)
    IVFD D5 ½ NS Mikro drip 9 tts/menit iv
    18 Laboratorium
    WBC 10.0 103/mm3 4.0/11.0 103/mm3
    HGB 13,3 g/dl 11.0/18.8 g/dl
    HCT 36,9 % 35.0/55.0 %
    PLT 235 103/mm3 150/400 103/mm3
    MPV 107 Fl 6.0/10.0 Fl

    B. DATA IBU
    Nama : Ny. Y
    Usia : 32 tahun
    Pekerjaan : IRT
    Pendidikan : SMA
    Status Kehamilan : G2 P2 A0 usia kehamilan 29 minggu
    HPHT : 10 Mei 2008
    HPL : 17 Februari 2009
    Riwayat Persalinan : Persalinan spontan, P2 A0
    Riwayat Kesehatan : Kehamilan prematur kurang bulan
    Lama Persalinan : 8 jam 45 menit, Kala I : 7 jam, Kala II : 15 Menit, Kala III 30
    menit, kala IV 1jam setelah plasenta lahir.
    Riwayat ANC : Trimester 1 : 1 kali di bidan
    Trimester 2 : 1 kali
    Trimester 3 (usia kehamilan 7 bulan ): 2 kali di bidan
    Obat – obatan : Obat warung
    Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas dahulu
    No Jk Umur Usia kehamilan Penolong BBL Nifas Masalah Ket
    1. ♀ 2 hari 28 minggu Bidan 1200 gr Normal
    40 hari BBLSR Meninggal
    2. ♀ 7 hari 29 minggu Bidan 1400 gr Normal BBLSR Hidup
    Riwayat menstruasi ibu :
    Haid pertama : 12 tahun
    Siklus : 28 hari teratur
    Volume/banyaknya : 2 x ganti balutan
    Lama haid : 5 hari

    C. ANALISA DATA
    No
    Data Fokus Etiologi Masalah
    1 Ds:
    Do:
     Bayi tampak sesak nafas
     RR 76 x/Menit
     Terlihat retraksi pada dinding epigastrium
     PCH +
     Terpasang O2 sungkup (5 liter / menit)
     Ujung ekstrimitas teraba dingin BBLSR
    Imaturitas sistem pernafasan
    Usaha nafas bayi tidak maksimal (A.S : 3)
    CO2 meningkat (Hiperkapneu)
    Gangguan pertukaran gas GG. Pertukaran O2
    2 Ds:
    Do:
     S : 39,1 0C/Anal
     Leukosit 10. 103/mm3
     Struktur kulit halus dan tipis
     Bayi di simpan dalam inkubator
    Imaturitas jaringan lemak pada subkutan
    Mekanisme penguapan panas (E,R,K,K)
    Gangguan suhu tubuh (Hipertermi)
    GG. Thermoregulasi : Hypertermi
    3 Ds :
    Do :
     NGT terpasang
     IVFD D5 ½ NS Mikro drip 10tts/menit
     PASI 12x 5 – 7,5 cc/hari
     Refleks hisap lemah dan menelan lemah
     BB lahir 1400 gr
     BB saat dikaji 1200 gr Imaturitas sistim pencernaan
    Motilitas usus rendah
    Daya mencerna dan mengabsorpsi makanan
    berkurang
    Pengosongan lambung bertambah
    Distensi abdomen
    Kerja otot spingter kardio esophagus berkurang
    Intake nutrisi kurang dari kebutuhan
    Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
    4 Ds :
     Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya
    Do :
     Ekspresi wajah ayahnya tampak cemas
     Ayah klien sering bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika menjenguk bayinya di ruang perawatan. BBLSR
    Hospitalisasi
    Perawatan ekstra di ruang perinatologi
    Bonding Attachment tidak terjadi
    Koping keluarga in efektif
    Cemas
    Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua
    5 Ds
    Do:
     Terpasang NGT
     IVFD D5 ½ NS Mikro drip10tts/menit di ekstrimitas bawah dextra
     S : 39,1 0 C
     Oedem pada ektremitas bawah dextra yang terpasang infus
     Leukosit 10. 103/mm3
    Imaturitas sistem imunologi
    Rendahnya kadar Ig G ( gammaglobulin )
    Penurunan antibodi dan daya tahan fagositosis belum matur
    Invasi bakteri kuman patogen,selang infus/NGT
    Resiko tinggi terjadi infeksi Resiko tinggi terjadi infeksi

    D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
    1. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
    2. Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
    3. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
    4. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
    5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi

    E. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
    1. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
    2. Gangguan Thermoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
    3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
    4. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
    5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi

    F. NURSING CARE PLANNING (NCP)
    Nama : By. Y No Medrek : 407221
    Umur : 7 hari Dx Medis : BBLSR + Asfiksia
    No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
    1 Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Asfiksia. Ditandai dengan :
    Ds:
    Do:
     Bayi tampak sesak
     RR 76 x/Menit
     Terlihat retraksi pada dinding epigastrium
     PCH +
     Terpasang O2 sungkup (5 liter / menit) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan pertukaran O2 kembali normal dengan kriteria hasil :
    • Nafas spontan
    • O2 tidak terpasang
    • PCH negatif
    • Frekuensi nafas normal 30 – 60 x/menit.
    • Sianosis negatif. 1. Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
    2. Therapi O2 sesuai kebutuhan
    3. Monitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi
    4. Monitor saturasi O2 tiap 2 jam
    5. Kolaborasi pemberian obat bronchodilator sesuai kebutuhan 1. Posisi kepala sedikit ekstensi bertujuan untuk membuka jalan nafas dan mempermudah pengaliran O2 atau oksigenasi
    2. Suplai O2 diberikan bertujuan untuk mempertahankan kadar O2 dalam jaringan.
    3. Mengetahui perubahan yang terjadi apakah pernafasan dalam batas normal atau terjadi gangguan.
    4. Saturasi O2 dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar O2 dalam jaringan apakah dalam batas normal atau terjadi gangguan.
    5. Obat bronkodilator berfungsi untuk membantu menurunkan sesak.
    2 Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
    Ditandai dengan :
    Ds:
    Do:
     S : 39,1 0C/Anal
     Kadar leukosit 10. 103/mm3
     Struktur kulit halus dan tipis
     Bayi di simpan dalam inkubator Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh bayi dalam batas normal kriteria hasil :
    • Suhu tubuh dalam batas normal 36.50 C – 37.50C
    • Bayi tidak rewel
    • Bayi bisa tidur
    • Kadar leukosit dalam batas normal 4.0 – 11.0 103/mm3
    • Sekresi keringat tidak nampak. 1. Atur suhu inkubator sesuai dengan keadaan bayi.
    2. Observasi TTV
    3. Kompres bayi dengan kasa yang telah dibasahi dengan air hangat.
    4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik 1. Pengaturan suhu inkubator bertujuan untuk mencegah bayi hipertermi dan menurunkan suhu bayi.
    2. Observasi TTV ditegakan untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan atau masih dalam keadaan batas normal.
    3. Kompres air hangat adalah mempercepat penurunan suhu bayi.
    4. Pemberian antipiretik berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh
    3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
    Ditandai dengan :
    Ds :
    Do :
     NGT terpasang
     IVFD D5 ½ NS Mikro drip 10 tts/menit.
     PASI 12x 5 – 7,5 cc/hari
     Refleks hisap lemah dan menelan lemah
     BB lahir : 1400 gr
     BB saat dikaji : 1200 gr Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi dengan kriteria :
    • Turgor kulit elastis
    • Tidak terjadi penurunan BB
    • Produksi urine 1 -2 ml / kg BB / jam.
    • Retensi cairan normal 1. Kaji reflek hisap dan menelan bayi
    2. Timbang BB / hari dengan timbangan yang sama
    3. Beri ASI atau PASI tiap 2 jam jika tidak terjadi retensi
    4. Lakukan Oral hygiene
    5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan 1. Reflek hisap dan menellan pada bayi menandakan bayi sudah dapat di berikan asupan peroral
    2. Status nutrisi teridentifikasi
    3. ASI PASI sebagai nutrisi utama pada bayi
    4. Mencegah terjadinya kebasian sisa makanan dan terjadinya pertumbuhan jamur
    5. Keseimbangan cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
    4 Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan tidak terjadinya Bonding Attachment. Ditandai dengan :
    Ds :
     Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya
    Do :
     Ekspresi wajah ayahnya tampak cemas
     Ayah klien terus bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika menjenguk bayinya di ruang perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakan orang tua tidak cemas lagi dengan kriteria :
    • Orang tua tampak tenang
    • Orang tua kooperatif
    • Tidak bertanya-tanya tentang keadaan penyakit anaknya
    • Orang tua suadah bertemu dengan bayinya. 1. Kaji tingkat kecemasan keluarga klien
    2. kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita bayinya
    3. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya
    4. Beri waktu keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
    1. Mengetahui derajat kecemasan yang diderita oleh keluarga dan memudahkan dalam memberikan intervensi
    2. Memudahkan perawat untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam proses keperawatan
    3. Menambah pengetahuan dengan memberikan informasi tentang keadaan yang dialami oleh bayi
    4. Mengetahui tigkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.
    5 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
     Terpasang NGT
     IVFD 10 tetes/menit
     Kadar leukosit 10.103/mm3
     S : 39,1 0 C
     Oedem pada ektremitas yang terpasang alat tindakan medis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi dengan kriteria :
    Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
    • Kadar leukosit dalam batas normal 4.0 – 11.0 103/mm3
    • Suhu dalam batas normal 36,5o C – 37,5 o C
    1. Kaji tanda – tanda infeksi
    2. Observasi TTV
    3. Perawatan NGT
    4. Perwatan IVFD
    5. Kolaborasi pemberian antibiotik
    1. Tanda-tanda infeksi diantaranya dolor, kalor, rubor, tumor dan fungsio laesa.
    2. Untuk mengetahui keadaan umum bayi apakah terjadi gangguan atau dalam batas-batas normal
    3. Mencegah infeksi
    4. Mencegah infeksi
    5. Antibiotik berfungsi untuk mematikan invasi bakteri penyebab infeksi

    G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
    Nama : By. Y No Medrek : 407221
    Umur : 7 hari Dx Medis : BBLSR + Asfiksia
    NO DIAGNOSA
    KEPERAWATAN TANGGAL/ PUKUL IMPLEMENTASI KEPERAWATAN TTD
    1 Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Asfiksia
    13-12-2008
    08.00 WIB
    08.05
    15-12-2008
    Pukul 08.00 WIB
    08.05 WIB
    16-12-2008
    Pukul 08.00 WIB
    08.05 WIB
    1. Mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
    R : Klien tampak lemah
    H : Posisi kepala sudah semi ekstensi
    2. Memonitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi
    R : Sesak nafas masih terlihat
    H : Frekuensi pernapasan 76 x/menit, retraksi dinding dada berlebihan tidak
    terdapat suara nafas tambahan
    3. Melakukan observasi Therapi O2 sesuai 5 liter/menit sungkup
    R : Klien tampak lemah dan pernapasan cepat dan dangkal
    H : Oksigen telah terpasang dengan sungkup 5 liter/menit
    4. memberikan therapy injeksi Aminophiline dosis 5 mg dan Dexamethason 1/3 ampul secara parenteral intravena.
    R : Klien tampak menyeringai ekspresi kesakitan
    H : Obat bronckodilator telah diinjekan pada jam 08.00 WIB
    1. Mengobservasi pemberian Therapi O2 5 liter/menit sungkup
    R : klien tampak lemah dan pernapasan cepat dan dangkal
    H : Oksigen telah terpasang dengan sungkup 5 liter/menit
    2. Memberikan injeksi Aminophiline dosis 5 mg dan Dexamethason 1/3 ampul secara parenteral intravena
    R : Klien tampak menyeringai ekspresi kesakitan
    H : Obat bronckodilator telah diinjekan pada jam 08.00 WIB
    1. Mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
    R : Klien tampak lemah
    H : Posisi kepala sudah semi ekstensi
    2. Mengobservasi pemberian Therapi O2 sesuai 5 liter/menit sungkup
    R : Klien tampak lemah dan pernapasan cepat dan dangkal
    H : Oksigen telah terpasang dengan sungkup 5 liter/menit
    3. Memonitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi
    R : Sesak masih terlihat
    H : Frekuensi pernapasan 70x/menit, retraksi dinding dada berlebihan tidak
    terdapat suara nafas tambahan
    4. memberikan injeksi obat Aminophiline dosis 5 mg dan Dexamethason 1/3 ampul secara parenteral intravena.
    R : Klien tampak menyeringai ekspresi kesakitan
    H : Obat bronckodilator telah diinjekan pada jam 08.00 WIB
    2 Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
    13-12-2008
    Pukul 08.00 WIB
    08.05 WIB
    08.10 WIB
    15-12-2008
    08.00 WIB
    08.05 WIB
    16-12-2008
    08.00 WIB
    08.05 WIB 1. Mengobservasi TTV Bayi
    R : Klien tampak menangis dan meringgis
    H : Vital Sign bayi
    S : 39.1 0C
    N: 138 x/menit
    R :76x/menit
    2. Memberikan Sanmol Drop 0.2 cc secara parenteral selang NGT.
    R : Klien Tampak menyeringai dan menangis
    H : Obat antipiretik telah diberikan
    3. Mengatur suhu inkubator 35 0C
    R : Bayi berada dalam inkubator
    H : Suhu inkubator telah disesuaikan 35 0 C
    1. Mengobservasi TTV Bayi
    R : Klien tampak menangis dan meringgis
    H : Vital Sign bayi
    S : 37,6 0C P: 120 x/menit
    R :74x/menit
    2. Memberikan obat antipiretik Sanmol Drop 0.2 cc 2x perhari secara parenteral selang NGT.
    R : Klien Tampak menyeringai dan menangis
    H : Obat antipiretik telah diberikan
    1. Mengobservasi TTV Bayi
    R : Klien tampak menangis dan meringgis
    H : Vital Sign bayi
    S : 370C P: 120 x/menit
    R :70 x/menit
    2. Memberikan obat antipiretik Sanmol Drop 0.2 cc 2x perhari secara parenteral selang NGT.
    R : Klien Tampak menyeringai dan menangis
    H : Obat antipiretik telah diberikan
    3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan 13-12-2008
    09.00 WIB
    09.05 WIB
    15-12-2008
    09.05 WIB
    09.10 WIB
    16-12-2008
    09.05 WIB
    09.10 WIB 1. Mengkaji reflek hisap dan menelan bayi
    R : Bayi merespon dengan menjulurkan lidah pada saat disentuh bibirnya
    H : Reflek menelan dan menghisap ada tetapi lemah dan terpasang selang NGT
    2. MemberikanPASI sebanyak 5-7,5 cc melalui selang NGT
    R : Klien tampak lemah
    H : PASI telah diberikan sebanyak 7,5 cc melalUI selan NGT
    3. Menimbang BB / hari dengan timbangan yang sama
    R : Klien tampak lemah pergerakan kurang aktif
    H : BB Klien 1200 gram
    3. Melakukan kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan .
    H : Kebutuhan cairan Bayi adalah 10 tts/menit (240 ml)
    1 Memberikan PASI sebanyak 5-7,5 cc melalui selang NGT
    R : Klien tampak lemah
    H : PASI telah diberikan sebanyak 7,5 cc melalui selang NGT pada pukul 08.10
    WIB
    2 Melakukan kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan .
    H : Kebutuhan cairan Bayi adalah 10 tts/menit (240 ml)
    1. Memberikan PASI sebanyak 5-7,5 cc melalui selang NGT
    R : Klien tampak lemah
    H : PASI telah diberikan sebanyak 7,5 cc melalui selang NGT pada pukul 09.00
    WIB
    2. Melakukan kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan .
    H : Kebutuhan cairan Bayi adalah 10 tts/menit (240 ml)
    4 Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan tidak terjadinya Bonding Attachment. 13-12-2008
    11.30 WIB
    15-12-2008
    10.00 WIB 1. Mengkaji kecemasan keluarga
    R : Keluarga mau berkomunikasi dengan perawat dan kooperatif
    H : Orang tua klien mengatakan khawatir tehadap kondisi bayinya saat ini
    2. Mengkaji pengetahuan orang tua tentang penyakit dan keadaan bayinya
    R : Orang tua tidak mengerti dengan keadaan yang dialami bayinya.
    H : Orang tua tidak mengetahui penyakit yang diderita bayinya
    3. Memberi penjelasan tentang keadaan bayinya saat ini
    R : Orang tua bayi tampak cemas
    H : Orang tua tampak mengerti dengan penjelasan yang disampaikan perawat.
    4. Memberi waktu keluarga untuk bertemu dengan bayinya
    H : Orang tua telah melihat bayinya dari luar jendela ruangan dan tampak senang..
    5. Memberi waktu keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
    R : Orang tua kooperatif
    H : Orang tua berharap semoga bayinya cepat sembuh dan segera dibawa pulang.
    .
    1. Mengkaji kembali kecemasan keluarga
    R : Keluarga mau berkomunikasi dengan perawat dan kooperatif
    H : Orang tua klien mengatakan masih khawatir tehadap kondisi bayinya
    2. Memberi waktu keluarga untuk bertemu dengan bayinya
    H : Orang tua telah melihat bayinya dari luar jendela ruangan dan tampak
    senang. dan ingin segera membawa bayinya pulang
    5 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
    13-12-2008
    08.00 wib
    08.05 WIB
    12.00 WIB
    15-12-2008
    08.00 WIB
    08.05 WIB
    12.00 WIB 1. Mengkaji tanda – tanda infeksi pada daerah yang terpasang infus dan NGT
    R : Klien tampak lemah dan gerakan kurang aktif
    H : Pada daerah yang terpasang infus lerlihat ruam merah dan sedikit bengkak.
    2. Memberikan anti biotik Efotak 100mg
    R : Klien tampak lemah
    H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
    3. Melakukan kolaborasi pemberian anti biotik Gentamycin 5mg hari pada jam R : Klien tampak tertidur
    H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
    1. Mengkaji tanda – tanda infeksi pada daerah yang terpasang infus dan NGT
    R : Klien tampak lemah dan gerakan kurang aktif
    H : Pada daerah yang terpasang infus lerlihat ruam merah dan sedikit bengkak.
    2. Memberikan anti biotik Efotak 100mg
    R : Klien tampak lemah
    H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
    3. Melakukan kolaborasi pemberian anti biotik Gentamycin 5mg hari pada jam R : Klien tampak tertidur
    4. H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
    H. EVALUASI KEPERAWATAN
    Nama : By. Y No Medrek : 407221
    Umur : 7 hari Dx Medis : BBLSR + Asfiksia
    NO DIAGNOSA
    KEPERAWATAN TANGGAL /PUKUL EVALUASI TTD
    1 Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Asfiksia
    17-12-2008
    Pkl. 08.00 S :
    O :
    • Bayi terlihat Sesaknya berkurang
    • R : 68 x/menit
    • O2 masih terpasang secara binasal 2 liter/menit
    • Retraksi rongga epigastrium
    • PCH tidak terdapat
    • Tidak terjadi cyanosis
    A : Masalah teratasi sebagian
    P : Lanjutkan intervensi
    I :
    • Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
    • Therapi O2 sesuai kebutuhan
    • Monitor frekuensi pernafasan bayi
    • Monitor saturasi O2 tiap 2 jam
    • Kolaborasi pemberian obat bronchodilator sesuai kebutuhan
    2 Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
    17-12-2008
    Pkl. 08.10 Wib S :
    O :
    • Keadaan umum bayi lemah dan gerakannya kurang aktif
    • Bayi masih dalam inkubator
    • Tanda-tanda vital
    S: 36.5 0 C P: 108 x/ menit R. 68 x/menit
    • Bayi dibedong dengan kain yang bersih dan hangat
    • Kulit tipis dan belum terbentuk jaringan lemak
    A : Masalah teratasi
    P : Lanjutkan intervensi
    I :
    • Observasi TTV
    • Atur suhu inkubator sesuai dengan suhu ruangan
    • Kaji penyebab hipertermi/hipotermi
    • Ganti popok apabila basah
    Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai kebutuhan
    3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan 17-12-2008
    Pkl. 09.00 Wib S: -
    O:
    • NGT tidak terpasang
    • Muntah tidak ada
    • Replek menghisap ada dan lemah
    • PASI peroral 2 jam sekali sebanyak 5 cc
    • BB: 1200 gram
    • Turgor kulit tidak elastis
    • IVFD D5 ½ NS Mikro drip 10 tts/menit
    A : Masalah teratasi sebagian
    P : Lanjutkan Intervensi
    I :
    • Kaji reflek hisap dan menelan bayi
    • Timbang BB / hari dengan timbangan yang sama
    • Beri ASI atau PASI tiap 2 jam jika tidak terjadi retensi
    • Bersihkan sisa-sisa susu di mulut bayi
    • Observasi intake dan output cairan
    • Kaji Bab dan BAK bayi
    • Kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan perhari
    4 Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan tidak terjadinya Bonding Attachment. 17-12-2008
    Pkl. 11.00 WIB S :
    Orang tua bayi mengatakan ingin segera membawa pulang bayinya dan kapan bayinya sembuh
    O :
    • Orang tua klien tampak gelisah
    • Orang tua klien kooperatif
    • Orang tua klien tampak cemas
    A : Masalah teratasi sebagian
    P : Lanjutkan intervensi
    I :
    • Kaji tingkat kecemasan Orang Tua
    • Kaji tingakat pengetahuan Orang Tua
    • Beri waktu keluarga untuk bertemu dengan bayinya
    • Beri penjelasan tentang keadaan bayinya
    • Beri waktu keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
    • Motivasi Orang tua bayi agar selalu menjenguk selam bayi salam perawatan
    5 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
    17-12-2008
    Pkl. 12.00 WIB S :
    O :
    • Tanda-tanda vital
    • S: 36.8 0 C P: 102 x/menit R. 68 x/menit
    • Terdapat bengkak pada daerah yang terpasang IVFD.
    • Terpasang IVFD D5 ½ Ns 10 tts/menit
    A : Masalah teratasi sebagian
    P : Lanjutkan intervensi
    I :
    • Kaji tanda – tanda infeksi
    • Melakukan perawatan NGT dan Infus
    • Observasi TTV
    • Kolaborasi pemberian antibiotik

    BAB IV
    PEMBAHASAN

    Berdasarkan study kasus BBLSR dengan Asfiksia pada By. Y di Ruang Perinatologi/Dahlia RSUD Kardinah Tegal, ditemukan beberapa masalah keperawatan yaitu :
    6. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
    7. Gangguan Thermoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
    8. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
    9. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
    10. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
    Sedangkan masalah keperawatan pada teori :
    1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kurangnya transfer oksigen dari ibu ke janin.
    2. Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa : Asidosis metabolik dan respiratory berhubungan dengan kegagalan bernafas.
    3. Resiko tinggi kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pembatasan intake.
    4. Resiko tinggi komplikasi Hipoglikemia berhubungan dengan peningkatan metabolisme.
    Dari beberapa diagnosa yang di temukan dilapangan, ada beberapa diagnosa yang tidak muncul pada teori diantaranya :
    1. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
    2. Gangguan Thermoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
    3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
    4. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
    BAB V
    PENUTUP
    A. KESIMPULAN
    Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar dari bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Kalaupun bayi menjadi dewasa ia akan mengalami gangguan pertumbuhan, baik fisik maupun mental.
    Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang
    Berdasarkan study kasus BBLSR dengan Asfiksia pada By. Y di Ruang Perinatologi/Dahlia RSUD Kardinah Tegal, ditemukan beberapa masalah keperawatan yaitu :
    11. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
    12. Gangguan Thermoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
    13. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan.
    14. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi.
    15. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologrendah, dan gangguan lainnya.
    B. SARAN
    1. Intitusi Pendidikan.
    Diharapkan agar lebih mempersiapkan mahasiswa yang terjun ke lahan praktek, agar lebih bisa menerapkan apa yang telah didapat dari institusi pendidikan, dan lebih memantau kinerja mahasiswa selama di lahan praktek, melalui bimbingan secara intensif.
    2. Lahan Praktek.
    Disarankan untuk dapat meningkatkan pengawasan (bimbingan) kepada Mahasiswa Praktikan yang selanjutnya, agar lebih baik, terarah, dalam mengaplikasikan materi yang sudah didapat dari kampus di lahan praktek sehingga lebih meningkatkan mutu keperawatan khususnya pada kasus-kasus BBLSR dengan Asfiksia dan menurunkan angka kematian neonatus.
    3. Mahasiswa praktikan.
    Diharapkan agar lebih mendalami ilmu keperawatan, khususnya pada kasus-kasus BBLSR dengan Asfiksia dan perinatal, juga diharapkan mampu menerapkan teori secara aplikatif sebisa mungkin yang telah didapatkan.